JASMERAH.
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, karena sejarah adalah penghubung
lintas generasi. Sejarah adalah kenangan abadi sebuah peristiwa. Dari sanalah
asal usul seorang anak manusia terbaca, dan dari sana juga asal sebuah
tempat/daerah terkenang sepanjang massa.
Mesjid itu tidak lain adalah Masjid Indrapuri atau
disebut juga dengan nama “Masjid Jami’ Indrapuri”. Beberapa literature menyebutkan bahwa awal
mulanya masjid tersebut merupakan sebuah bangunan candi yang dibangun pada abad
ke 12 M di kerajaan indrapuri. Ini bisa dilihat dari adanya bekas tapak candi
disekeliling masjid yang masih jelas terlihat hingga hari ini. Prof. H. Ali
Hasjmy mengatakan keseluruhan tapak/bekas candi tersebut hampir sama besarnya
dengan Candi Borobudur di Jawa
Tengah, yakni seluas 15.129 m2. Beliau juga menambahkan bila bangunan tersebut
digali diperkirakan patung-patung hindu banyak terdapat didalamnya.
Menurut
riwayat, dulunya Indrapuri adalah sebuah kerajaan yang pernah didirikan oleh
orang-orang hindu di Aceh, dimana kerajaan tersebut berawal dari kedatangan
seorang adik perempuan Putra Harsha dari India yang suaminya
terbunuh dalam suatu peperangan yang dilancarkan oleh bangsa Huna pada tahun
604 M, lalu ia melarikan diri dari kerajaannya menuju Aceh. Dialah yang telah
mendirikan kerajaan Hindu, atau disebut juga dengan kerajaan Indrapuri yang
artinya “Kuta Ratu”. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkampungan
orang Hindu dekat Indrapuri, yaitu kampong Tanoh Abee (sekarang), serta banyak
juga terdapat kuburan-kuburan orang hindu. Ia juga mendirikan kerajaan
Indrapatra yang terdapat di Ladong, jalan menuju pelabuhan malahayati sekarang.
Jauh
sebelum berdirinya kesultanan/Kerajaan Aceh Darussalam di abad ke 15 M, telah
ada berita asing yang menyebutkan nama maupun tempat yang dikaitkan dengan
Indrapuri. Claudius Ptolomeus dalam salah satu
bukunya menyebutkan nama-nama negeri yang terletak pada jalur pelayaran
India-Cina. Dari catatan yang tercantum dalam buku Ying-Yai-Sheng-lan oleh
Ma-Huan, disebutkan bahwa Lamri terletak "Tiga hari berlayar dari Samudera
pada waktu angin baik." Negeri itu bersebelahan dengan sisi Timur Litai,
bagian Utara dan Barat berbatasan dengan laut Lamri (Laut Hinndia), dan ke
Selatan berbatasan dengan pegunungan. Berdasarkan berita cina itu, Groenevelt (seorang
peneliti) mengambil kesimpulan bahwa letak Lamri di Sumatera bagian Utara,
tepatnya di Aceh Besar. Berita dari Cina itu juga mengatakan bahwa Lamri
terletak di tepi laut.
Dari
buku "Aceh di Mata Sejarawan" oleh Mulyadi Kurdi disebutkan bahwa
Aceh Besar (Aceh segi tiga) kala itu, laut (pantai lautanya) Indrapuri dan
Tanoh Abee (Tanah pasir halus) tempat kediaman orang Hindu. Jadi Blang Bintang,
Ulee Kareng, Lambaro, Lam Ateuk, Lam Nyong, Tungkop, Lam Nga, Tibang dan
lain-lain masih laut besar. Karenanya sampai abad ke 8 M, pantai atau tepi laut
di Aceh besar sampai dekat Indrapuri dan Tanoh Abee di kaki bukit barisan
(Aneuk Glee) dan bangunan lautan itu merupakan satu teluk yang elok
panoramanya.
Dengan
demikian bisa disimpulkan bahwa Kerajaan Aceh Darussalam merupakan kelanjutan
dari kerajaan Lamri. Dimana pada abad ke 15 M peranan kerajaan Lamri hilang dari
pangung sejarah. Bekas kerajaan Lamri terpecah atas beberapa negeri yang
masing-masing berdiri sendiri. Negeri-negeri itu ialah Darul Kamal, Makuta
Alam, Aceh (Darussalam), Darul Dunia, Pedir dan Daya. Di antara negeri-negeri
tersebut sering terjadi pertentangan politik dan bentrokan senjata. Namun pada
permulaan abad ke 16 M, Ali Mughayat Syah yang merupakan putera dari Sultan
Syamsu Syah mampu mempersatukan kembali wilayah Lamuri tersebut. Sultan Ali
Mughayat Syah inilah yang kemudiain dianggap sebagai Sultan pertama Kerajaan Aceh Darussalam. Beliau dinobatkan pada hari ahad, 1 Jumadil Awal 913 H atau tanggal 8
September 1507 M. Berkat ekspansi yang beliau lakukan pengaruh kerajaan Aceh
menyebar ke seluruh Sumatera hingga ke wilayah semenanjung Malaya. Dan pada saat
Islam masuk ke wilayah Indarpuri, maka peradaban disana pun mengalami perubahan
menjadi peradaban Islam, fungsi candi Indrapuri beubah menjadi Masjid
Indrapuri. Konon, perubahan itu terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda berkuasa di Kerajaan Aceh Darussalam, yakni pada tahun 1607 M. Beliau
juga lah yang membangun Masjid Indrapuri menggantikan candi di lokasi tersebut.
Peristiwa
penting terakhir yang berlangsung di Masjid Indrapuri adalah pelantikan
Muhammad Daud Syah sebagai Sultan Aceh ke 35 pada akhir tahun 1874 M.
Pelantikan tersebut juga sekaligus menjadikan Indrapuri sebagai ibu kota
Kesultanan Aceh, namun hal itu tidak berlangsung lama dikarenakan Sultan
Muhammad Daud Syah menjadi Sultan Aceh terakhir setelah beliau ditangkap oleh
Belanda pada tanggal 10 Januari 1903. Kemudian diasingkan ke Ambon, lalu
dipindahkan ke Batavia sampai tutup usia pada tanggal 6 Februari 1939.
Masjid
ini berjarak 25 km dari kota Banda Aceh, lokasinya di poros jalan Banda
Aceh-Medan, Ds. Pasar Indrapuri, Kec. Indarapuri, Kab. Aceh Besar dengan area
tanah seluas 33.875 m. Masjid tersebut berkonstruksi kayu, didirikan di atas
rerentuhan bangunan berkonstruksi batu berspesi kapur dan tanah liat yang
difungsikan sebagai benteng pertahanan pada saat pendudukan oleh Portogis dan
Belanda di Aceh.
Dinding
benteng juga berfungsi sebagai pondasi masjid berbentuk persegi empat, berdiri
di atas tanah seluas 4.447 m. Bangunan ini berundak empat dan pada setiap
undakan memiliki dinding keliling sekaligus jadi pembatas halaman. Kaki dan
puncak sisi benteng dilengkapi oyif, yaitu bidang sisi genta.
Di halaman kedua terdapat
bak penampungan air hujan, yang juga berfungsi untuk berwudhu. Namun sekarang
ini bak tersebut hanya berfungsi sebagai bak penampung air untuk mencuci kaki
sebelum memasuki masjid. Sedangkan tempat wudhu terletak jauh diluar masjid
(halaman pertama sebelum menaiki anak tangga).
Ketika memasuki masjid
kita bisa merasakan kesejukan dan kenyamanan dalam beribadah, walau usia mesjid
ini sudah ratusan tahun namun bangunannya masih terlihat kokoh. Kayu-kayu besar
kekar menopang atap mesjid, atap masjid ini terdiri dari atap limas bersusun
tiga, menggunakan seng sebagai penutup.
Secara keseluruhan Masjid
Jami’ Indrapuri ditopang oleh 36 tiang kayu, masing-masing 6 tiang dalam 6
jejeran. Jarak antara tiang kira-kira 2 shaf shalat. Tidak ada dinding, yang
ada adalah tembok setinggi 1,5 m yang mengelilingi Masjid. Tembok tersebut
tidak langsung menempel di kayu sebelah luar masjid. Mesjid benar-benar sebuah
bangunan tersendiri di atas lantai yang tidak memiliki dinding.
Bila kita menuju pintu
samping masjid terus ke halaman belakang, maka akan kita temukan halaman yang
dipenuhi rerumputan hijau dan pohon kelapa. Kita juga akan disuguhkan
pemandangan indah, yaitu panorama gunung dan aliran sungai krung Aceh,
karenanya tidak mengherankan jika masjid ini juga sering digunakan sebagai
tempat foto prewedding oleh para pasangan muda.
Dalam artikel lain juga
disebutkan, pengelola pertama masjid ini adalah Teungku Syiah Kuala, sekitar
tahun 1.600 Masehi, kemudian masjid ini diurus oleh Teungku Chik Eumpe Trieng
pada masa Panglima Polem dan selanjutnya diwariskan kepada cucu Panglima Polem,
Teungku Wahab. Terakhir, masjid tua penuh sejarah ini diurus oleh Abu
Indrapuri. Sepeninggal Abu Indrapuri lalu beralih kepada Teungku Harun dan
Teungku Nasrudin yang mendirikan sekolah di pekarangan masjid tersebut.
Pak Nadi, pengelola Masjid |
Imam Masjid Jami’ Indrapuri saat ini adalah Tengku Syafi’i, saya menjumpai beliau secara terpisah dirumahnya. Dari hasil diskusi dengan Imam masjid serta pak Nadi yang merupakan pengelola masjid sekarang ini, saya mendapat informasi
bahwa masjid Jami’ Indrapuri ini sering dikunjungi oleh turis asing selain
dari turis lokal (seperti Bali dan beberapa daerah Aceh lainnya). Dari buku
tamu, saya melihat bahwa kebanyakan turis asing tersebut berasal dari
Malaysia dan Brunei, dan pengunjung terakhir datang dari the United States. Jika
para turis asing sudah melirik tempat ini, bukankah Masjid Jami' Indrapuri ini
memiliki pesona sejarah yang luar biasa dan pantas mendapat perhatian ekstra? :)
Yups, itu salah satu tujuan kenapa tulisan ini saya buat.
ReplyDeleteBerharap situs sejarah tersebut tidak hilang digilas zaman.
Semoga ada perhatian ekstra dari pihak terkait untuk melakukan rehab dengan tetap menjaga nilai-nilai sejarahnya.
Thanks Rays atas kunjungannya :)
Mantap Banget Tulisan ya.
ReplyDeleteDestinasi Lengkap Aceh cuma Ada di : http://acehplanet.com/
Thanks Aceh Planet. Terimakasih juga sudah berkunjung :)
DeleteHanya menulis apa yang bsa ditulis, sebab menulis adalah membaca kehidupan...
semoga mesjid jami' dapat perhatian lagi. jgn lupa mampir ya : http://charmingaceh.blogspot.com/2014/04/jangan-ke-banda-aceh.html
ReplyDeleteAmeen...insyaAllah will do :) Makasih atas kunjungannya...
DeleteSaya sudah mengunjungi cahrmingaceh namun untuk komen disana ribet sangat, jadinya koment disini lagi hehehe...
DeleteThanks...InsyaAllah besok, Terima kasih sudah berkunjung :)
ReplyDeleteGood opinion, saya sudah baca artikelnya. Itu PR yang menjadi tanggung jawab kita semua...Maaf sulit sangat untuk komen disana, jadi balik kemari lagi deh :)
ReplyDelete